BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Masyarakat
madani adalah sebuah sisitem social yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara individu dengan kesetabilan masyarakat. Msyarakat
madani disini tergolong baru lahir dalam kosakata politik dan social di
Indonesia dimana dalam Civil Society
memiliki prinsip moral, keadilan, kesamaan, musyawarah, dan demokrasi.
memiliki prinsip moral, keadilan, kesamaan, musyawarah, dan demokrasi.
Masyarakat madani
juga merupakan system sosial berdasarkan prinsip moral
yang menjamin keseimbangan individu masyarakat. Masyarakat madani mempunyai
peran yang sangat besar dalam suatu negara sehingga ia mampu mengontrol
sekaligus mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap
warganya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dan Latar belakang
Civil Society?
2.
Apa perkembangan dan faktor-fator
pembangun Civil Society?
3.
Bagaiman
peran agama dalam mengembangkan Civil Society?
C.
Tujuan
1.
Untuk memahami perkembangan masyarakat di Indonesia, dan dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Untuk memahami karakter, pemikiran, nilai beserta konsep masyarakat madani
dalam negara demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian
Masyarakat madani (civil society) adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang tumbuh dalam
keseimbangan kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Disini masyarakat
madani di kenal dengan istilah masyarakat sipil (civil society).
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsil moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan
masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni,
pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau
keinginan individu.[1] Masyarakat
Madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan
dengan air.
Untuk pertama kalinya pengertian civic society dimunculkan
oleh cendekiawan Malaysia, Anwar Ibrahim, yang mengatakan bahwa masyarakat
madani adalah sebuah sisitem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kesetabilan masyarakat. Masyarakat Madani mempunyai ciri-ciri yang khas:
kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik(reprosity),
dan sikap saling memahami dan menghargai.
Menurut Dawam Rahardjo, dalam Masyarakat Madani, warganegara bekerja sama
membangu ikatan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang
bersifat non negara. Selanjutnya, Raharjo menjelaskan, dasar utama dari
masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Menurut Azyumardi
Azra, Masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi, karena ia juga
mengacu pada pembetulan masyarakat berkualitas dan ber-tamaddun (civility).
Istilah mayarakat madani mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi
untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
- B. Sejarah Perkembangan dan Latar Belakang Civil Society
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles memandang Civil Society sebagai
sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini
merupakan fase pertama sejarah wacana Civil Society. Pandangan
Aristoteles selanjutnya dikembangkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM.),
Thomas Hobbes (1588-1679 SM.), dan John Lock (1632-1704 SM.).[2]
Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), menamakannya dengan societies
civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominsasi komunitas lain. Istilah
yang digunakan Cicero lebih menekankan pada konsep negara kota (city state),yakni
untuk menggambarkan kerajaan kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai
kesatuan yang tororganisir.
Rumusan Civil
Society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 SM) dan John
locke (1632-1704 SM), yang memandangnya sebagai kelanjutan dan evolusi Natural
society. Menurut Hobbes sebagai entitas Civil Society mempunyai
peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki
kekuasaan mutlak, sehinga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat
pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warganya.
Berbeda dengan
Hobbes, menurut John Locke kehadiran Civil
Society adalah untuk melindungin kebebasan dan hak milik setiap warga
Negara.
Fase kedua pada
tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks
social dan polittik di Skotlandia, dia
lebih visi etis pada civil society dalam kehidupan social.
Fase ketiga
Thomas Paine (1792) mulai memaknai civil
society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan
ia di anggap sebagai antitesa Negara.
Menurut paine terdapat batas-batas wilayah otonom masyarakat sehingga Negara
tidak di perkenankan wilayah sipil.
Fase keempat
wacana civil society selanjutnya di kembangkan oleh GWF Hegel
(1770-1831 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837). Dalam
pandangan yang ketiganya Icivil society merupaka elemen ideologis kelas
dminan. Pemahaman ini adalah reksi terhadap
pandangan paine yang memisahkan civil society dari Negara. Sedangkan Hegel memandang civil
society sebagai kelompok suubordinatif terhadap Negara.
Karl Marx
memandang civil society sebagai masyarakat borjuis, dalam konteks
hubunggan produksi kapitalis, keberadaan civil society merupkan kendala terbesar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan
kelas pemilik modal.
Mark Antonio
Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi
lebih pada sisi idieologis.menurut Gramsci ivil society merupakn tempat
perebutan posisi hegemonic diluar kekuatan Negara, aparat hegemoni
mengembangkan hegemoni untuk membentuk consensus dalam masyarakat.
Fase kelima,
wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelin yang
dikembangkan oleh Alexis Tocqueville (1805-1859). Pemikirannya lebih
menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak ada priori maupun
tersubordinasi dari lembaga Negara. Sebaliknya civil society bersifat
otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi
kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi Negara atas warga
Negara.[3]
- C. Karakteristik civil society
Masyarakat Madani
tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi
prasarat terwujudnya tatanan Masyarakat Madani. Beberapa unsur pokok yang harus
dimiliki oleh Masyarakat Madani yaitu wilayah publik yang bebas (free public sphere), demokrasi,
toleransi, kemajemukan (pluralisme), dan keadilan sosial (social
juctice).[4]
1.
Wilayah Publik yang Bebas
Free public sphere adalah ruang publik yang bebas
sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat. Sebagai prasyarat
mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah
publik bebas ini pada suatu negara dapat
menjadi suasana tidak bebas dimana negara mengontrol warga negara dalam
menyalurkan pandangan sosial-politiknya.
2.
Demokrasi
Demokrasi adalah Negara yang didelemggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari suduk Organisasi, ia
berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau
asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tagan rakyat.
3.
Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbeda’an pendapat. Dalam mengembangkan civil society sangatlah
penting. Selain persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika
toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara
berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai
hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Dalam perspektif ini,
toleransi bukan sekedar tuntutan masyarakat sosial majmuk belaka, tetapi sudah
menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral agama. Salah satunya
adalah sikap toleransi yang dapat di tunjukkan, diantaranya, dengan sikap
menghargai perbedaan pandangan, keyakinan, dan tradisi orang lain dengan
kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan yang harus di syukuri,
dipelihara, dan manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.[5]
4.
Kemajemukan
Kemajemukan atau
pluralisme amerupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme
tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial
yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan perbedaan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernialai
positif bagi kehidupan Masyarakat, dengan sikap penuh pengertian (toleran)
kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk.
5.
Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian
yang porposional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan : ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan.[6]
- D. Institusi penegak civil society
Institusi penegak civil society yaitu negara (state),
perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil. Berdasarkan
pemetaan di atas, secara empiris ketiganya dapat saling bersinergi. Pada ranah
Negara dapat terjadi beberapa gerakan politik yang dilakukan parpol dalam
pemilu yang mengusung masalah yang juga di dukung oleh gerakan social, demikian
pula upaya lobby dalam ranah ekonomi dapat pula seolah-olah sebagai
gerakan social.
Selain definisi
gerakan sosial yang berada di ranah masyarakat sipil, maka para aktor atau kelompok yang terlibat pun perlu diperjelas
pengertian dan cakupannya. Namun sebenarnya organisasi non pemerintah hanya
merupakaan salah satu dari organisasi masyarakat sipil yang berdampingan dengan
organisasi massa, terutama organisasi massa keagamaan, organisasi komunitas,
organisasi profesi, media, lembaga pendidikan, dan lembaga lain yang tidak
termasuk pada ranah politik dan ekonomi.
- E. Faktor-faktor pembangun civil society
1.
Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas
menegah untuk berkembang menjadi kelompok Masyarakat Madani yang mandiri secara
politik dan ekonomi. Dalam pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai
regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional. Tantangan pasar
bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai
aktor dominan dalam proses pembangun Masyarakat Madani yang tangguh.
2.
Mereformasi sistem politik demokrasi melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi. Sikap pemerintah
untuk tidak mencampuri atau memengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh
lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan
kemandirian lembaga demokrasi.
3.
Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara
secara keseluruhan. Pendidikan politik yang di maksud adalah pendidikan
demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur
masyarakat melalui prinsip pendidikan demokrasi, yakni pendidikan dari, oleh,
dan untuk warga negara.
- F. Peran agama dalam membangun civil society
Peran agama dalam membangun civil society selain berperan sebagai
organisasi perjuangan penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial,
organisasi berbasis Islam, seperti Syariat Islam (SI), Nahdlatul Ulama’ (NU),
dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang
penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia. Sifat
kemandirian dan kesukarelaan para pengurus dan anggota organisasi tersebut
merupakan karakter khas dari sejarah masyarakat Madani di Indonesia.
Strategi-strategi bangunan masyarakat madani bisa terwujud di indonesia:
Pertama, pandangan
integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa system demokrasi
tidak mungkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini
praktik berdemokrasi ala barat (demokrasi liberal) hanya akan berakibat konflik
antara sesame warga bangsa baik social maupun politik.
Kedua,
pandangan
reformasi sistem politik demokrassi, yakni
pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidaak usah terlalu
bergantung pada pembangunan ekonomi. Dalam tataran ini, pembangunan
institusi-institusi politik yang demokratis
lebih di utamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun Masyarakat Madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi. Pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara
dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi.
Berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebh menekankan proses
pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan menengah.
Hal ini mengingat bahwa demokrasi membutuhkan topangan kultural, selain
dukungna kultural.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kesetabilan masyarakat. inisiatif dari individu dan masyarakat akan
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang
dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Perwujudan masyarakat madani disini ditandai dengan
karakteristik masyarakat madani, diantaranya wilayah publik yang bebas (free
public sphere), demokrasi, toleransi, kemajmukan (pluralism), dan
keadilan sosial
Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat
dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik
demokrasi, pendidikan, dan penyandaran politik.
Masyarakat sipil (civil society) mengejawantah dalam
berbagai wadah sosial-pilitik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan,
profesi, komunitas, media, dan lembaga pendidikan. Domain mereka terpisah dari
negara maupun sektor bisnis. Salah satu pengejawantah maysarakat sipil yang
kerap terangkat menjadi titik fokus perhatian adalah Non-Governmental
Organization (NGO).
Alhamdulillah telah terbentuknya makalah kami, dimana
dalam makalah kami ini sangat banyak sekali kekurangan. Dikarenakan terbatasnya
pengetahuan kami sebagai penulis, kritik saran yang bersifat membangun. Karena
tiada gading yang tak retak, semoga makalah yang kami tulis bermanfaat bagi
para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Azra, Azyumardy. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan
ke-1. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
ü
Culla, Adisuryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran:
Teori dan Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
ü
Gellner, Ernest. 1995. Membangun Masyarakat Sipil:
Prasyarat Menuju Kebebasan Cetakan Ke-1. Bandun: Mizan
ü
Hikam, Muhammad AS. 1999. Demokrasi dan Civil Society.
Cetakan ke-2. Jakarta: LP3ES
ü
Madjid, Nurcholish. 2000. Asas-asa pluralisme dan
toleransi dalam Masyarakat Madani,” IRIS Bandung –PPIM Jakarta-The Asia
Foundation.
ü
MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012. Civic Education
(Pendidikan Kewarganegaraan), Jl. A. Yani No. 117 Surabaya, IAIN Sunan
Ampel Press.
ü
Rahardjo, M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas
Menengah, Dan Perubahan Sosial. Cetakan ke-1. Jakarta: LP3ES.
ü
Ubaidillah A. & Rozak Abdul, 2003. Pancasila,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, cetakan kesembilan, 2013. Jakarta
Prenada Media Group.
[5] Madjid, Nurcholish. 2000. Asas-asa pluralisme dan
toleransi dalam Masyarakat Madani,” IRIS Bandung –PPIM Jakarta-The Asia
Foundation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar