profile

Fildan Arim

Belum pernah saya berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwa saya sendiri, yang kadang-kadang membantu saya dan kadang-kadang menentang saya. ...Read More

Label

Sabtu, 19 Oktober 2013

CIVIL SOCIETY (Masyarakat Madani)



BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar belakang
Masyarakat madani adalah sebuah sisitem social yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara individu dengan kesetabilan masyarakat. Msyarakat madani disini tergolong baru lahir dalam kosakata politik dan social di Indonesia dimana dalam Civil Society
memiliki prinsip moral, keadilan, kesamaan, musyawarah, dan demokrasi.
Masyarakat madani juga merupakan system sosial berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan individu masyarakat. Masyarakat madani mempunyai peran yang sangat besar dalam suatu negara sehingga ia mampu mengontrol sekaligus mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warganya.

B.                 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan Latar belakang Civil Society?
2.      Apa perkembangan dan faktor-fator pembangun Civil Society?
3.      Bagaiman peran agama dalam mengembangkan Civil Society?

C.                 Tujuan
1.      Untuk memahami perkembangan masyarakat di Indonesia, dan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Untuk memahami karakter, pemikiran, nilai beserta konsep masyarakat madani dalam negara demokrasi.








BAB II
PEMBAHASAN

  • A.                Pengertian

Masyarakat madani (civil society) adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang tumbuh dalam keseimbangan kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Disini masyarakat madani di kenal dengan istilah masyarakat sipil (civil society). Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsil moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.[1] Masyarakat Madani lahir dari proses penyemaian demokrasi, hubungan keduanya ibarat ikan dengan air.
Untuk pertama kalinya pengertian civic society dimunculkan oleh cendekiawan Malaysia, Anwar Ibrahim, yang mengatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah sisitem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Masyarakat Madani mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik(reprosity), dan sikap saling memahami dan menghargai.
Menurut Dawam Rahardjo, dalam Masyarakat Madani, warganegara bekerja sama membangu ikatan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Selanjutnya, Raharjo menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Menurut Azyumardi Azra, Masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi, karena ia juga mengacu pada pembetulan masyarakat berkualitas dan ber-tamaddun (civility). Istilah mayarakat madani mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
           

  • B.                 Sejarah Perkembangan dan Latar Belakang Civil Society

Menurut Filsuf Yunani Aristoteles memandang Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana Civil Society. Pandangan Aristoteles selanjutnya dikembangkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM.), Thomas Hobbes (1588-1679 SM.), dan John Lock (1632-1704 SM.).[2]
Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), menamakannya dengan societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominsasi komunitas lain. Istilah yang digunakan Cicero lebih menekankan pada konsep negara kota (city state),yakni untuk menggambarkan kerajaan kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang tororganisir.
Rumusan Civil Society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 SM) dan John locke (1632-1704 SM), yang memandangnya sebagai kelanjutan dan evolusi Natural society. Menurut Hobbes sebagai entitas Civil Society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehinga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warganya.
Berbeda dengan Hobbes, menurut John Locke  kehadiran Civil Society adalah untuk melindungin kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.
Fase kedua pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks social dan polittik di  Skotlandia, dia lebih visi etis pada civil society dalam kehidupan social.
Fase ketiga Thomas Paine (1792) mulai memaknai civil  society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan ia di anggap sebagai  antitesa Negara. Menurut paine terdapat batas-batas wilayah otonom masyarakat sehingga Negara tidak di perkenankan wilayah sipil.
Fase keempat wacana  civil society  selanjutnya di kembangkan oleh GWF Hegel (1770-1831 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837). Dalam pandangan yang ketiganya Icivil society merupaka elemen ideologis kelas dminan. Pemahaman ini adalah reksi terhadap  pandangan paine yang memisahkan civil society  dari Negara. Sedangkan Hegel memandang civil society  sebagai kelompok  suubordinatif terhadap Negara.
Karl Marx memandang civil society sebagai masyarakat borjuis, dalam konteks hubunggan produksi kapitalis, keberadaan civil society  merupkan kendala terbesar bagi  upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemilik modal.
Mark Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi lebih pada sisi idieologis.menurut Gramsci ivil society merupakn tempat perebutan posisi hegemonic diluar kekuatan Negara, aparat hegemoni mengembangkan hegemoni untuk membentuk consensus dalam masyarakat.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelin yang dikembangkan oleh Alexis Tocqueville (1805-1859). Pemikirannya lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak ada priori maupun tersubordinasi dari lembaga Negara. Sebaliknya civil society bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi Negara atas warga Negara.[3]



  • C.                 Karakteristik civil society

Masyarakat Madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasarat terwujudnya tatanan Masyarakat Madani. Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh Masyarakat Madani yaitu wilayah publik yang bebas (free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralisme), dan keadilan sosial (social juctice).[4]

1.      Wilayah Publik yang Bebas
Free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik  bebas ini pada suatu negara dapat menjadi suasana tidak bebas dimana negara mengontrol warga negara dalam menyalurkan pandangan sosial-politiknya.


2.      Demokrasi
Demokrasi adalah Negara yang didelemggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari suduk Organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tagan rakyat.

3.      Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbeda’an pendapat. Dalam mengembangkan civil society sangatlah penting. Selain persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Dalam perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan masyarakat sosial majmuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral agama. Salah satunya adalah sikap toleransi yang dapat di tunjukkan, diantaranya, dengan sikap menghargai perbedaan pandangan, keyakinan, dan tradisi orang lain dengan kesadaran tinggi bahwa perbedaan adalah rahmat Tuhan yang harus di syukuri, dipelihara, dan manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.[5]

4.      Kemajemukan
Kemajemukan  atau pluralisme amerupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernialai positif bagi kehidupan Masyarakat, dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk.

5.      Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang porposional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan : ekonomi, politik, pengetahuan, dan kesempatan.[6]



  • D.                Institusi penegak civil society

Institusi penegak civil society yaitu negara (state), perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil. Berdasarkan pemetaan di atas, secara empiris ketiganya dapat saling bersinergi. Pada ranah Negara dapat terjadi beberapa gerakan politik yang dilakukan parpol dalam pemilu yang mengusung masalah yang juga di dukung oleh gerakan social, demikian pula upaya lobby dalam ranah ekonomi dapat pula seolah-olah sebagai gerakan social.
Selain definisi gerakan sosial yang berada di ranah masyarakat sipil, maka para aktor atau kelompok yang terlibat pun perlu diperjelas pengertian dan cakupannya. Namun sebenarnya organisasi non pemerintah hanya merupakaan salah satu dari organisasi masyarakat sipil yang berdampingan dengan organisasi massa, terutama organisasi massa keagamaan, organisasi komunitas, organisasi profesi, media, lembaga pendidikan, dan lembaga lain yang tidak termasuk pada ranah politik dan ekonomi.


  • E.                 Faktor-faktor pembangun civil society

1.      Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menegah untuk berkembang menjadi kelompok Masyarakat Madani yang mandiri secara politik dan ekonomi. Dalam pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional. Tantangan pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses pembangun Masyarakat Madani yang tangguh.
2.      Mereformasi sistem politik demokrasi melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi. Sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau memengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3.      Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruhan. Pendidikan politik yang di maksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalui prinsip pendidikan demokrasi, yakni pendidikan dari, oleh, dan untuk warga negara.



  • F.                  Peran agama dalam membangun civil society

Peran agama dalam membangun civil society selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis Islam, seperti Syariat Islam (SI), Nahdlatul Ulama’ (NU), dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia. Sifat kemandirian dan kesukarelaan para pengurus dan anggota organisasi tersebut merupakan karakter khas dari sejarah masyarakat Madani di Indonesia.
Strategi-strategi bangunan masyarakat madani bisa terwujud di indonesia:
            Pertama, pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara  yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini praktik berdemokrasi ala barat (demokrasi liberal) hanya akan berakibat konflik antara sesame warga bangsa baik social maupun politik.
            Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrassi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidaak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi. Dalam tataran ini, pembangunan institusi-institusi politik yang demokratis  lebih di utamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun Masyarakat Madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi. Pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi. Berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebh menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan menengah. Hal ini mengingat bahwa demokrasi membutuhkan topangan kultural, selain dukungna kultural.



BAB III
            PENUTUP              
A.                Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Perwujudan masyarakat madani disini ditandai dengan karakteristik masyarakat madani, diantaranya wilayah publik yang bebas (free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajmukan (pluralism), dan keadilan sosial
Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan, dan penyandaran politik.
Masyarakat sipil (civil society) mengejawantah dalam berbagai wadah sosial-pilitik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan, profesi, komunitas, media, dan lembaga pendidikan. Domain mereka terpisah dari negara maupun sektor bisnis. Salah satu pengejawantah maysarakat sipil yang kerap terangkat menjadi titik fokus perhatian adalah Non-Governmental Organization (NGO).
Alhamdulillah telah terbentuknya makalah kami, dimana dalam makalah kami ini sangat banyak sekali kekurangan. Dikarenakan terbatasnya pengetahuan kami sebagai penulis, kritik saran yang bersifat membangun. Karena tiada gading yang tak retak, semoga makalah yang kami tulis bermanfaat bagi para pembaca.






DAFTAR PUSTAKA
ü  Azra, Azyumardy. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 
ü  Culla, Adisuryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran: Teori dan Relevansinya Dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
ü  Gellner, Ernest. 1995. Membangun Masyarakat Sipil: Prasyarat Menuju Kebebasan Cetakan Ke-1. Bandun:  Mizan
ü  Hikam, Muhammad AS. 1999. Demokrasi dan Civil Society. Cetakan ke-2. Jakarta: LP3ES
ü  Madjid, Nurcholish. 2000. Asas-asa pluralisme dan toleransi dalam Masyarakat Madani,” IRIS Bandung –PPIM Jakarta-The Asia Foundation.
ü  MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012. Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan), Jl. A. Yani No. 117 Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press.
ü  Rahardjo, M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, Dan Perubahan Sosial. Cetakan ke-1. Jakarta: LP3ES.
ü  Ubaidillah A. & Rozak Abdul, 2003. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, cetakan kesembilan, 2013. Jakarta Prenada Media Group.


[1]  A. Ubaidillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. 2003. Hal: 234.
[2]  Tim MKD IAIN SA. Surabaya, Civic Education, 2012, Hal: 144.
[3] Tim MKD IAIN SA. Surabaya, Civic Education, 2012, Hal: 144-147.
[4] Tim MKD IAIN SA. Surabaya, Civic Education, 2012, Hal: 147
[5] Madjid, Nurcholish. 2000. Asas-asa pluralisme dan toleransi dalam Masyarakat Madani,” IRIS Bandung –PPIM Jakarta-The Asia Foundation.
[6] A. Ubaidillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. 2003. Hal: 227.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar