profile

Fildan Arim

Belum pernah saya berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwa saya sendiri, yang kadang-kadang membantu saya dan kadang-kadang menentang saya. ...Read More

Label

Jumat, 21 Februari 2014

filsafat aristoteles


BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua persoalan yang sangat menarik bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa dijawab oleh sains. Jawaban-jawaban yang meyakinkan dari para teolog pun tidak lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana pada abad-abad sebelumnya. Apakah dunia ini terbagi menjadi dua; jiwa dan materi, jika "ya",
apakah jiwa dan materi itu? Apakah jiwa tunduk pada materi, ataukah jiwa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan independen? Apakah alam semesta ini memiliki kesatuan atau maksud tertentu?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dapat ditemukan di laboratorium. Teologi berusaha memberikan jawaban yang sangat definitif. Namun, jawaban-jawaban tersebut mengundang kecurigaan pikiran-pikiran modern. Mempelajari pertanyaan-pertanyaan tersebut, apalagi jika bukan urusan filsafat yang menjawabnya.
Membahas mengenai filsafat sudah tentu terdapat tokoh-tokoh yang menjadi pelopor di dalamnya. Salah satunya adalah Aristoteles. Ia barangkali merupakan orang serba bisa pertama dan tersebar sepanjang sejarah. Ia telah menuulis banyak hal. Mulai dari spekulasi mengenai sifat dasar jiwa, meteorologi, bahkan tafsir mimpi. Ia dianggap telah melakukan perubahan di segala bidang pengetahuan yang disentuhnya.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai siapa Aristoteles, pemikiran filsafat dan pengaruhnya terhadap dunia. Dengan demikian kami berharap agar pembaca mampu mengetahui lebih lanjut tokoh Aristoteles dan  pemikiran-pemikiran filsafat serta pengaruhnya.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Aristoteles
             I.            Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM. Ia dilahirkan di Stageira Kuno, Makedonia Yunani. Pada abad ke empat sebelum masehi, Makedonia dipandang oleh masyarakat Yunani Kuno dengan cara yang sama seperti saat ini orang Prancis memandang Inggris atau Amerika. Padahal, Stageira bukanlah suatu tempat yang terjangkau peradaban. Tempat ini merupakan sebuah koloni Yunani yang kecil dan dibangun pertama kali oleh orang-orang Andros di laut Aegea.
Ayahnya bernama Machaon.[1] Ia adalah seorang dokter yang merawat Amyntas, raja Makedonia. Akibat dari hubungan yang selanjutnya berkembang menjadi persahabatan ini, ayah Aristoteles menjadi orang kaya yang memiliki tanah di sekitar Stageira dan berbagai tempat lain di Yunani.
Aristoteles dibesarkan dalam suasana ilmu kedokteran. Sejak awal ia mendapat asuhan dari ayahnya sendiri, hingga ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Karena itu perhatiannya banyak bertumpah kepada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Seperti halnya para pewaris kekayaan lainnya, dengan segera Aristoteles menghambur-hamburkan uang yang diwarisinya itu tanpa henti. Menurut salah satu kisah yang ada, Aristoteles menghabiskan sebagian besar uangnya untuk minuman keras, perempuan dan pesta-pesta. Akhirnya ia bangkrut total dan terpaksa bergabung dengan tentara selama satu musim. Setelah tugas militernya berakhir, ia kembali ke Stageira untuk bekerja dalam bidang pengobatan. Selanjutnya, pada umur 18 tahun ia meninggalkan semua pekerjaannya dan berangkat ke Athena untuk belajar di Akademia Plato, dimana ia tinggal di sana selama 20 tahun.

          II.            Latar Belakang Pendidikan
Disamping belajar dari Plato, Aristoteles juga memperluas pengetahuannya dalam berbagai jurusan di Akademia. Pelajaran matematik yang diperolehnya dari Akademia ia perdalam pada guru-guru astronomi yang terkenal, yaitu Eudoxos dan Kalippos.
Pendidikan yang diperolehnya pada waktu kecil, dimana ia mempelajari teknik membedah dari ayahnya, mempengaruhi pandangan ilmiah dan pandangan filosofinya. Selama belajar ia sudah menjadi penentang Plato. Akan tapi di sisi yang lain keduanya juga saling melengkapi. Memang, pada awalnya ia mengikuti tradisi Plato. Namun, selama 25 tahun terakhir dari hidupnya ia melakukan caranya sendiri dengan karakteristik yang berlainan itu.
Setelah Plato meninggal, Aristoteles meninggalkan Athena bersama-sama dengan Xenokrates, temannya belajar di Akademia. Saat itu ia berusia 38 tahun. Setelah 20 tahun belajar di Athena ia ingin berkeliling dunia untuk meluaskan pandangannya.
Aristoteles dan Xenokrates berangkat ke sebuah kota kecil di pantai Asia Minor, kota Atarneus yang dikuasai oleh Hermeias, bekas murid Plato di Akademia. Sebagai tamu undangan mereka disambut dengan gembira. Sebagai penghargaan kepada Aristoteles, Hermeias kemudian menikahkan dia dengan anak saudaranya, Phytias.
Selang waktu 3 tahun kota itu direbut oleh tentara kerajaan Persia. Aristoteles dapat melarikan diri bersama isterinya ke daerah sekitar. Di tempat ia menyingkir itu ia menerima undangan dari Philippos ‘raja Macedonia’ supaya datang ke Ibu Kota untuk mendidik anaknya ‘Alexandros’ yang baru berumur 13 tahun.
Setelah selesai mendidik Alexandros, kira-kira 7 tahun lamanya Aristoteles kembali ke kota Stageira dan diam di sana selama beberapa tahun. Dalam suasana yang tenang saat itu ia dapat menyelesaikan buku-buku yang mulai dikarangnya ketika ia masih murid di Akademia. Pamandangan dan pengalaman yang diperolehnya dalam perjalanan berkeliling selama itu telah memperluas pandangannya.

       III.            Kewafatan
Aristoteles menghabiskan sisa umurnya di Chalcis, suatu tempat yang terletak di pulau Eubua. Di sana ia mempunyai rumah dengan pekarangan serta tanah yang cukup luas. Di tempat itu ia ingin beristirahat pada hari tuanya dan menuliskan buah pikirannya. Belum sampai setahun di situ ia jatuh sakit. Penyakit perut yang berujung maut.
Pada tahun 322 SM Aristoteles menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 63 tahun. Banyak buah tangannya yang masih berupa catatan-catatan kuliah. Sekiranya ia memiliki umur yang lebih panjang, tentu semua itu dapat ia siapkan menjadi buku-buku yang besar nilainya bagi angkatan setelahnya.

       IV.            Karya-karya
Secara umum karya-karya aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan,[2] yaitu:
1)      Logika, terdiri dari:
-          Categoric
-          De Interpretatione (perihal penafsiran)
-          Analiticts Priora (analitika logika)
-          Topica
-          De Sophistics Elenchis (cara berargumen kaum Sophis)
2)      Filsafat Alam, terdiri dari:
-          Phisica
-          De caelo (perihal langit)
-          De generatione et Corruptione (timbul-hilangnya makhluk-makhluk jasmani)
-          Meteorological (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3)      Psikologi, terdiri dari:
-          De Anima (perihal jiwa)
-          Parva Naturalia (pokok-pokok alamiah)
4)      Biologi, terdiri dari:
-          De Partibus Animalium (perihal bagian-bagian binatang)
-          De Mutu Animalium (perihal gerak binatang)
-          De Incessu Animalium (perihal binatang yang berjalan)
-          De Generatione Animalium (perihal kejadian binatang)
5)      Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologika.
6)      Etika, terdiri dari:
-          Ethica Nicomachea
-          Magna Moralia
-          Ethica Eudemia
7)      Politik dan Ekonomi
8)      Retorika dan Poetika

B.     Pemikiran Filsafat Aristoteles
1.      Logika
Logika merupakan cara berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Aristoteles membagi logika dalam tiga bagian, yaitu mempertimbangkan, menarik kesimpulan dan membuktikan atau menerangkan.
Suatu pertimbangan benar apabila isi pertimbangan itu sepadan dengan keadaan yang nyata. Dari uraian ini terlihat bahwa Aristoteles berpegang pada Sokrates yang mengatakan bahwa buah pikiran yang dikeluarkan adalah gambaran dari keadaan yang objektif. Menurutnya, realita yang objektif tidak saja tertangkap dengan pengertian, tetapi juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi. Dasar itu ada tiga:
1)      Semua yang benar harus sesuai dengan adanya sendiri. Karena tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya terdapat pertentangan. Ini terkenal sebagai hukum identika.
2)      Dari dua pertanyaan tentang sesuatunya, dimana yang satu mengiyakan dan yang lain menidakkan, hanya satu yang benar. Ini disebut hukum kontradikta (penyangkalan).
3)      Antara dua pernyataan yang bertentangan, mengiyakan dan meniadakan, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Dasar ini disebut hukum penyingkiran yang ketiga.
Menurut Aristoteles, menarik kesimpulan atas yang satu dari yang lain dapat dilakukan dengan dua jalan:[3]
Pertama, jalan deduksi/silogistik yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersendiri. Suatu misal dari silogistik itu ialah:
Semua orang akan mati.
Sokrates adalah orang.
Jadinya, Sokrates akan mati.
Kedua, jalan induksi yaitu dengan cara menarik kesimpulan tentang suatu hal yang umum dari pengetahuan yang diperoleh atas pengalaman tentang hal-hal yang individual. Misalnya:
Manusia sedikit empedunya dan panjang umurnya.
Kuda begitu juga.
Demikian pula keledai dan binatang lainnya yang serupa.
Jadinya, semua makhluk yang sedikit empedunya berumur panjang.
2.      Metafisika
Metafisika Aristoteles berpusat pada persoalan barang dan bentuk. Bentuk ikut serta memberikan kenyataan kepada benda. Tiap-tiap benda adalah barang yang berbentuk. Sedangkan barang adalah materi yang tidak mempunyai bangun, substansi belaka, yang menjadi pokok segala-galanya.
Tidak ada barang yang tidak berbentuk. Karena bentuk merupakan bangun dari barang. Kayu umpamanya bukanlah benda, melainkan barang untuk memperoleh bentuk tertentu. Dengan memperoleh bentuk, barang itu dapat menjadi lemari kayu, meja kayu dan lainnya. Jika pengertian itu dikaitkan dengan manusia, maka tubuh manusia adalah barang, sedangkan jiwa adalah bentuk.
Apa yang dalam suatu hubungan berupa barang, dalam hubungan lain bisa jadi bentuk. Misalnya, papan adalah bentuk terhadap kayu yang belum dikerjakan. Tetapi, papan itu barang terhadap rumah yang sudah dibuat.

3.      Fisika
Ø  Gerak
Dalam fisikanya Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani. Obyek penyelidikan Aristoteles dalam fisika adalah gerak spontan menurut kodrat, misalnya batu yang dilepaskan menuju ke bawah atau jatuh.
Pertama, gerak subtansial: dari satu subtansi menjadi subtansi yang lain. Seperti, seekor anjing mati (dari makhluk yang hidup menjadi bangkai).
Kedua, gerak aksidental: perubahan yang menyangkut salah satu aspek saja. Gerak aksidental dapat berlangsung dengan tiga cara, yaitu gerak lokal, gerak kualitatif dan gerak kuantitatif. Semua perubahan itu ditunjukkan Aristoteles dengan nama kinesis atau gerak.


Ø  Physis
Istilah physis diturunkan dari kata kerja phyestai (tumbuh/lahir dari). Aristoteles memilih kata ini untuk menunjukkan prinsip perkembangan yang terdapat pada semua benda alamiah. Dari prinsip ini, menurut perkataan Aristoteles benda-benda alamiah mempunyai sumber gerak atau diam dalam dirinya.
Ø  Teleologi
Aristoteles mengatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan. Dengan istilah teleologi dimaksudkan pendirian bahwa dunia mempunyai suatu tujuan yang berfungsi sedemikian rupa, sehingga perkembangan dunia tergantung pada tujuan itu. Seperti peristiwa-peristiwa alam. Menurutnya, hal tersebut tidak terjadi secara kebetulan saja. Tetapi, alam semesta seakan-akan mengejar suatu tujuan.
Teleologi juga mencakup alam yang tidak hidup, yang terdiri dari empat anasir, yaitu api, udara, air dan tanah. Keempat anasir ini mengejar tujuan masing-masing. Aristoteles mengatakan bahwa tiap-tiap anasir menuju ke tempat kodratinya. Api dan udara membumbung ke atas, sedangkan air dan tanah bergerak ke bawah. Jika sebuah batu sudah jatuh atau jika asap sudah membumbung, berarti anasir-anasir itu telah merealisasikan kodratnya.
Ø  Susunan Jagat Raya
Menurut Aristoteles jagat raya bersifat terbatas, dengan kata Inggris ‘finite’. Dan jagat raya yang terbatas itu berbentuk bola. Ia beranggapan juga bahwa jagat raya tidak mempunyai permulaan dalam waktu dan akibatnya kita dapat menyimpulkan bahwa jagat raya tidak diciptakan. Akhirnya, ia berpendapat pula bahwa jagat raya adalah kekal, sehingga tidak mungkin memusnahkannya.




4.      Psikologi
Ø  Jiwa
Aristoteles mengatakan psykhe atau jiwa tidak hanya menyangkut manusia saja. Ia menganggap jiwa sebagai prinsip hidup. Itu berarti segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa, baik manusia, tumbuhan, maupun binatang.
Aristoteles mengemukakan tiga jenis jiwa yang berurutan sifat kesempurnaannya. Pertama, jiwa tanaman yang tujuannya menghasilkan makanan dan melaksanakan pertumbuhan. Kedua, jiwa hewan. Disamping melaksanakan pertumbuhan, jiwa hewan mempunyai perasaan dan keinginan yang mendorong hewan sanggup bergerak. Ketiga, jiwa manusia, yang selain mempunyai perasaan dan keinginan juga mempunyai akal.
Ø  Pengenalan Inderawi
Menurut Aristoteles dalam proses pengenalan inderawi kita menerima bentuk tanpa materi. Kita mengambil warna sebagai contoh. Aristoteles mengatakan setiap warna merupakan campuran dua warna yang berlawanan, yaitu putih dan hitam dalam proporsi tertentu. Kalau kita mengamati bunga merah, menurut Aristoteles campuran yang sama yang terdapat pada bunga dihasilkan juga dalam mata kita. Tetapi, mata tidak menjadi bunga. Demikian itu yang dimaksud Aristoteles.
Ø  Pengenalan Rasional
Dalam buku III dari De Anima, Aristoteles membicarakan nus (rasio atau pemikiran). Rasio dapat menangkap segala sesuatu yang ada. Oleh karenanya Aristoteles mengatakan bahwa rasio dapat “menjadi” segala sesuatu.
Aristoteles membedakan dua fungsi dalam rasio manusia:
Pertama, rasio pasif ‘nus pathetikos’. Misalnya, dengan membandingkan banyak segitiga yang telah kita lihat atau raba, rasio harus membentuk esensi segitiga.
Kedua, rasio aktif ‘nus poietikos’. Aristoteles sendiri mengumpamakan rasio aktif dengan cahaya yang memungkinkan kita melihat warna-warna. Tanpa perantaraan cahaya itu warna-warna tidak dapat dilihat.

5.      Filosofi Alam
Menurut Aristoteles, alam ada untuk selama-lamanya. Ini kelanjutan dari pendapatnya, bahwa waktu tidak berhingga. Bagian alam yang paling sempurna yang dijadikan Tuhan sebagai penggerak pertama ialah langit. Di bawah langit itu terdapat beberapa lingkungan yang berputar yang ditempati oleh matahari, planet-planet dan bulan. Bumi terletak di tengah-tengah alam.
Bumi tersusun menrut tujuan tertentu dengan kedudukan makhluk yang bertingkat-tingkat. Bangsa binatang yang terendah terjadi dari lumpur dan kotoran. Binatang yang tidak berdarah dan tidak bertulang tingkatannya lebih rendah dari binatang yang berdarah dan bertulang. Dalam susunan bertingkat itu yang rendah mengabdi dan memberikan jasa kepada yang di atasnya. Tanaman memberikan jasa kepada binatang, binatang kepada manusia, tubuh kepada jiwa dan lain sebagainya.

6.      Etika
Etika Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Socrates dan Plato. Tujuannya mencapai eudaemonie (kebahagiaan sebagai orang tertinggi dalam penghidupan). Tetapi, Aristoteles memahamkannya secara realis dan sederhana. Ia tidak bertanya tentang budi dan berlakunya, seperti yang dikemukakan oleh Socrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan tentang idea kebaikan, seperti yang dikatakan Plato. Akan tetapi, ia menuju pada kebaikan yang dicapai manusia sesuai dengan jenis, derajat atau pekerjaannya.
Tujuan hidup menurut Aristoteles tidaklah mencapai kebaikan untuk kebaikan, melainkan merasakan kebahagiaan. Bagi seorang dokter kesehatanlah yang baik, bagi seorang pejuang kemenanganlah yang baik dan bagi seorang pengusaha kemakmuranlah yang baik.
Budi pikiran, seperti kebijaksanaan, kecerdasan dan pendapat lebih diutamakan oleh Aristoteles daripada budi perangai, seperti keberanian, kesederhanaan dan lainnya.

7.      Politik
Politik, sejatinya sangat berkaitan dengan hal-hal kenegaraan. Ini berarti bahwa bila kita berbicara politik, tak bisa lepas dari pembicaraan mengenai negara. Aristoteles sendiri mengemukakan tiga bentuk tata-negara, yaitu:
1)      Monarki atau basileia.
2)      Aristokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang sedikit jumlahnya.
3)      Politeia atau timokrasi, yaitu pemerintahan berdasarkan kekuasaan seluruh rakyat. Dalam istilah sekarang disebut demokrasi.
Meski demikian, Aristoteles memandang demokrasi lebih rendah dari aristokrasi. Sebab, dalam demokrasi keahlian diganti dengan jumlah. Karena rakyat mudah tertipu, maka hak memilih lebih baik dibatasi hanya pada lingkungan orang-orang pandai saja.

C.    Pengaruh Pemikiran Aristoteles
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di kemudian hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Begitu pula filosof-filosof Byzantium juga mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat.
Selama berabad-abad lamanya tulisan-tulisan Aristoteles mendominir cara berpikir Barat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam. Ibnu Rusyd (Averroes) ---mungkin filosof Arab yang paling terkemuka--- mencoba merumuskan suatu perpaduan antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani, St. Thomas Aquinas. Di luar daftar
ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada. Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.
Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak logika. Sekalipun demikian, bukan berarti bawha sebelum dia tidak ada logika. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif ‘deductive reasoning’, yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meski demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif ‘inductive thinking’.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali, seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika, Logika, Etika, bahkan Politik.

BAB III
PENUTUP
Aristoteles merupakan salah seorang murid Plato. Sekalipun ia berguru pada Plato, tapi tidak sepenuhnya ia mengikuti ajaran-ajaran yang dikemukakan gurunya itu. Pandangannya lebih realis dari pandangan Plato, yang selalu didasarkan pada yang abstrak. Ini akibat dari didikannya di waktu kecil, yang senantiasa dihadapkan dengan bukti dan kenyataan.
Dalam filsafatnya, Aristoteles bertitik tolak dari apa yang dia amati dalam hidup manusia dan hidup masyarakat. Dari praksis nyata dan data-data, dia kemudian menyimpulkan menjadi suatu theoria yang meliputi segala data pengamatan itu.
Karya Aristoteles yang cukup banyak mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan. Selain mengajarkan tentang filsafat logika, filsafat pengetahuan, dan filsafat metafisika, Aristoteles juga mengajarkan filsafat etika, filsafat negara, filsafat manusia dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Aristoteles merupakan tokoh yang luas ilmu pengetahuannya dan merupakan ilmuwan yang pantas mendapatkan acungan jempol.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kami berharap banyak kepada para pembaca kiranya sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K., Dr. Sejarah Filsafat Yunani. Jogjakarta: Kansius. 1988.

Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Tintamas. 1986.

Maksum, Ali. Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2008.

Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Cet; III. 2007.

Strathern, Paul. 90 Menit Bersama Aristoteles. Jakarta: Erlangga. 2001.

Tafsir, Ahmad, Dr., Prof. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003.



[1] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986, Hlm. 115. (Pendapat lain mengatakan,  Nikomados). Lihat: Paul Strathern, 90 Menit Bersama Aristoteles, Jakarta: Erlangga, 2001, Hlm. 5.
[2] Ali Maksum, Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, Hlm. 82-84.
[3] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986, Hlm. 121-124.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar