BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua
persoalan yang sangat menarik bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa
dijawab oleh sains. Jawaban-jawaban yang meyakinkan dari para teolog pun tidak
lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana pada abad-abad sebelumnya. Apakah
dunia ini terbagi menjadi dua; jiwa dan materi, jika "ya",
apakah
jiwa dan materi itu? Apakah jiwa tunduk pada materi, ataukah jiwa dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan independen? Apakah alam semesta ini memiliki kesatuan atau
maksud tertentu?
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dapat ditemukan di laboratorium. Teologi
berusaha memberikan jawaban yang sangat definitif. Namun, jawaban-jawaban
tersebut mengundang kecurigaan pikiran-pikiran modern. Mempelajari
pertanyaan-pertanyaan tersebut, apalagi jika bukan urusan filsafat yang
menjawabnya.
Membahas mengenai filsafat sudah tentu terdapat
tokoh-tokoh yang menjadi pelopor di dalamnya. Salah satunya adalah Aristoteles.
Ia barangkali merupakan orang serba bisa pertama dan tersebar sepanjang sejarah.
Ia telah menuulis banyak hal. Mulai dari spekulasi mengenai sifat dasar jiwa,
meteorologi, bahkan tafsir mimpi. Ia dianggap telah melakukan perubahan di segala bidang
pengetahuan yang disentuhnya.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai siapa Aristoteles,
pemikiran filsafat dan pengaruhnya terhadap dunia. Dengan demikian kami
berharap agar pembaca mampu mengetahui lebih lanjut tokoh Aristoteles
dan pemikiran-pemikiran filsafat serta pengaruhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Aristoteles
I.
Kelahiran dan
Latar Belakang Keluarga
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM. Ia dilahirkan di
Stageira Kuno, Makedonia Yunani. Pada abad ke empat sebelum masehi, Makedonia
dipandang oleh masyarakat Yunani Kuno dengan cara yang sama seperti saat ini
orang Prancis memandang Inggris atau Amerika. Padahal, Stageira bukanlah suatu
tempat yang terjangkau peradaban. Tempat ini merupakan sebuah koloni Yunani
yang kecil dan dibangun pertama kali oleh orang-orang Andros di laut Aegea.
Ayahnya bernama Machaon.[1]
Ia adalah seorang dokter yang merawat Amyntas, raja Makedonia. Akibat dari
hubungan yang selanjutnya berkembang menjadi persahabatan ini, ayah Aristoteles
menjadi orang kaya yang memiliki tanah di sekitar Stageira dan berbagai tempat
lain di Yunani.
Aristoteles dibesarkan dalam suasana ilmu kedokteran. Sejak
awal ia mendapat asuhan dari ayahnya sendiri, hingga ayahnya meninggal ketika ia masih kecil.
Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Karena
itu perhatiannya banyak bertumpah kepada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Seperti halnya para pewaris kekayaan lainnya, dengan
segera Aristoteles menghambur-hamburkan uang yang diwarisinya itu tanpa henti. Menurut
salah satu kisah yang ada, Aristoteles menghabiskan sebagian besar uangnya
untuk minuman keras, perempuan dan pesta-pesta. Akhirnya ia bangkrut total dan
terpaksa bergabung dengan tentara selama satu musim. Setelah tugas militernya
berakhir, ia kembali ke Stageira untuk bekerja dalam bidang pengobatan.
Selanjutnya, pada umur 18 tahun ia meninggalkan semua pekerjaannya dan
berangkat ke Athena untuk belajar di Akademia Plato, dimana ia tinggal di sana
selama 20 tahun.
II.
Latar Belakang Pendidikan
Disamping belajar dari Plato, Aristoteles juga memperluas
pengetahuannya dalam berbagai jurusan di Akademia. Pelajaran matematik yang
diperolehnya dari Akademia ia perdalam pada guru-guru astronomi yang terkenal,
yaitu Eudoxos dan Kalippos.
Pendidikan yang diperolehnya pada waktu kecil, dimana ia
mempelajari teknik membedah dari ayahnya, mempengaruhi pandangan ilmiah dan
pandangan filosofinya. Selama belajar ia sudah menjadi penentang Plato. Akan
tapi di sisi yang lain keduanya juga saling melengkapi. Memang, pada awalnya ia
mengikuti tradisi Plato. Namun, selama 25 tahun terakhir dari hidupnya ia
melakukan caranya sendiri dengan karakteristik yang berlainan itu.
Setelah Plato meninggal, Aristoteles meninggalkan Athena
bersama-sama dengan Xenokrates, temannya belajar di Akademia. Saat itu ia
berusia 38 tahun. Setelah 20 tahun belajar di Athena ia ingin berkeliling dunia
untuk meluaskan pandangannya.
Aristoteles dan Xenokrates berangkat ke sebuah kota kecil
di pantai Asia Minor, kota Atarneus yang dikuasai oleh Hermeias, bekas murid
Plato di Akademia. Sebagai tamu undangan mereka disambut dengan gembira.
Sebagai penghargaan kepada Aristoteles, Hermeias kemudian menikahkan dia dengan
anak saudaranya, Phytias.
Selang waktu 3 tahun kota itu direbut oleh tentara
kerajaan Persia. Aristoteles dapat melarikan diri bersama isterinya ke daerah
sekitar. Di tempat ia menyingkir itu ia menerima undangan dari Philippos ‘raja
Macedonia’ supaya datang ke Ibu Kota untuk mendidik anaknya ‘Alexandros’ yang
baru berumur 13 tahun.
Setelah selesai mendidik Alexandros, kira-kira 7 tahun
lamanya Aristoteles kembali ke kota Stageira dan diam di sana selama beberapa
tahun. Dalam suasana yang tenang saat itu ia dapat menyelesaikan buku-buku yang
mulai dikarangnya ketika ia masih murid di Akademia. Pamandangan dan pengalaman
yang diperolehnya dalam perjalanan berkeliling selama itu telah memperluas pandangannya.
III.
Kewafatan
Aristoteles menghabiskan sisa umurnya di Chalcis, suatu
tempat yang terletak di pulau Eubua. Di sana ia mempunyai rumah dengan
pekarangan serta tanah yang cukup luas. Di tempat itu ia ingin beristirahat
pada hari tuanya dan menuliskan buah pikirannya. Belum sampai setahun di situ
ia jatuh sakit. Penyakit perut yang berujung maut.
Pada tahun 322 SM Aristoteles menghembuskan nafas
terakhirnya dalam usia 63 tahun. Banyak buah tangannya yang masih berupa
catatan-catatan kuliah. Sekiranya ia memiliki umur yang lebih panjang, tentu
semua itu dapat ia siapkan menjadi buku-buku yang besar nilainya bagi angkatan
setelahnya.
IV.
Karya-karya
Secara
umum karya-karya aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan,[2]
yaitu:
1)
Logika, terdiri
dari:
-
Categoric
-
De
Interpretatione (perihal penafsiran)
-
Analiticts
Priora (analitika logika)
-
Topica
-
De Sophistics
Elenchis (cara berargumen kaum Sophis)
2)
Filsafat Alam,
terdiri dari:
-
Phisica
-
De caelo
(perihal langit)
-
De generatione
et Corruptione (timbul-hilangnya makhluk-makhluk
jasmani)
-
Meteorological
(ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3)
Psikologi,
terdiri dari:
-
De Anima
(perihal jiwa)
-
Parva Naturalia
(pokok-pokok alamiah)
4)
Biologi, terdiri
dari:
-
De Partibus
Animalium (perihal bagian-bagian binatang)
-
De Mutu
Animalium (perihal gerak binatang)
-
De Incessu
Animalium (perihal binatang yang berjalan)
-
De Generatione
Animalium (perihal kejadian binatang)
5)
Metafisika, oleh
Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologika.
6)
Etika, terdiri
dari:
-
Ethica
Nicomachea
-
Magna Moralia
-
Ethica Eudemia
7)
Politik dan
Ekonomi
8)
Retorika dan
Poetika
B.
Pemikiran Filsafat Aristoteles
1.
Logika
Logika merupakan
cara berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan
hubungan sebab dan akibat. Aristoteles membagi logika dalam
tiga bagian, yaitu mempertimbangkan, menarik kesimpulan dan membuktikan atau
menerangkan.
Suatu
pertimbangan benar apabila isi pertimbangan itu sepadan dengan keadaan yang
nyata. Dari uraian ini terlihat bahwa Aristoteles
berpegang pada Sokrates yang mengatakan bahwa buah pikiran yang dikeluarkan
adalah gambaran dari keadaan yang objektif. Menurutnya, realita yang objektif
tidak saja tertangkap dengan pengertian, tetapi juga bertepatan dengan
dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi. Dasar itu ada tiga:
1)
Semua yang benar harus sesuai dengan
adanya sendiri. Karena tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya terdapat
pertentangan. Ini terkenal sebagai hukum identika.
2)
Dari dua pertanyaan tentang sesuatunya,
dimana yang satu mengiyakan dan yang lain menidakkan, hanya satu yang benar.
Ini disebut hukum kontradikta (penyangkalan).
3)
Antara dua pernyataan yang bertentangan,
mengiyakan dan meniadakan, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Dasar ini
disebut hukum penyingkiran yang ketiga.
Menurut
Aristoteles, menarik kesimpulan atas yang satu dari yang lain dapat dilakukan dengan
dua jalan:[3]
Pertama, jalan deduksi/silogistik yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan yang umum
atas hal yang khusus, yang tersendiri. Suatu misal dari silogistik itu ialah:
Semua
orang akan mati.
Sokrates
adalah orang.
Jadinya,
Sokrates akan mati.
Kedua,
jalan induksi yaitu dengan cara menarik kesimpulan tentang suatu hal yang umum
dari pengetahuan yang diperoleh atas pengalaman tentang hal-hal yang
individual. Misalnya:
Manusia
sedikit empedunya dan panjang umurnya.
Kuda
begitu juga.
Demikian
pula keledai dan binatang lainnya yang serupa.
Jadinya,
semua makhluk yang sedikit empedunya berumur panjang.
2. Metafisika
Metafisika Aristoteles berpusat
pada persoalan barang dan bentuk. Bentuk ikut serta memberikan kenyataan kepada
benda. Tiap-tiap benda adalah barang yang berbentuk. Sedangkan barang adalah
materi yang tidak mempunyai bangun, substansi belaka, yang menjadi pokok
segala-galanya.
Tidak ada barang yang tidak
berbentuk. Karena bentuk merupakan bangun dari barang. Kayu umpamanya bukanlah
benda, melainkan barang untuk memperoleh bentuk tertentu. Dengan memperoleh
bentuk, barang itu dapat menjadi lemari kayu, meja kayu dan lainnya. Jika
pengertian itu dikaitkan dengan manusia, maka tubuh manusia adalah barang,
sedangkan jiwa adalah bentuk.
Apa yang dalam suatu hubungan
berupa barang, dalam hubungan lain bisa jadi bentuk. Misalnya, papan adalah
bentuk terhadap kayu yang belum dikerjakan. Tetapi, papan itu barang terhadap
rumah yang sudah dibuat.
3. Fisika
Ø
Gerak
Dalam
fisikanya Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani. Obyek
penyelidikan Aristoteles dalam fisika adalah gerak spontan menurut kodrat,
misalnya batu yang dilepaskan menuju ke bawah atau jatuh.
Pertama,
gerak subtansial: dari satu subtansi menjadi subtansi yang lain. Seperti,
seekor anjing mati (dari makhluk yang hidup menjadi bangkai).
Kedua,
gerak aksidental: perubahan yang menyangkut salah satu aspek saja. Gerak
aksidental dapat berlangsung dengan tiga
cara, yaitu gerak lokal, gerak
kualitatif dan gerak kuantitatif. Semua perubahan itu ditunjukkan Aristoteles
dengan nama kinesis atau gerak.
Ø
Physis
Istilah physis diturunkan dari kata kerja phyestai
(tumbuh/lahir dari). Aristoteles memilih kata ini untuk menunjukkan prinsip
perkembangan yang terdapat pada semua benda alamiah. Dari prinsip ini, menurut
perkataan Aristoteles benda-benda alamiah mempunyai sumber gerak atau diam
dalam dirinya.
Ø
Teleologi
Aristoteles
mengatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan. Dengan istilah teleologi
dimaksudkan pendirian bahwa dunia mempunyai suatu tujuan yang berfungsi
sedemikian rupa, sehingga perkembangan dunia tergantung pada tujuan itu. Seperti
peristiwa-peristiwa alam. Menurutnya, hal tersebut tidak terjadi secara
kebetulan saja. Tetapi, alam semesta seakan-akan mengejar suatu tujuan.
Teleologi
juga mencakup alam yang tidak hidup, yang terdiri dari empat anasir, yaitu api,
udara, air dan tanah. Keempat anasir ini mengejar tujuan masing-masing.
Aristoteles mengatakan bahwa tiap-tiap anasir menuju ke tempat kodratinya. Api
dan udara membumbung ke atas, sedangkan air dan tanah bergerak ke bawah. Jika
sebuah batu sudah jatuh atau jika asap sudah membumbung, berarti anasir-anasir
itu telah merealisasikan kodratnya.
Ø
Susunan Jagat Raya
Menurut Aristoteles jagat raya bersifat terbatas, dengan
kata Inggris ‘finite’. Dan jagat raya yang terbatas itu berbentuk bola.
Ia beranggapan juga bahwa jagat raya tidak mempunyai permulaan dalam waktu dan
akibatnya kita dapat menyimpulkan bahwa jagat raya tidak diciptakan. Akhirnya,
ia berpendapat pula bahwa jagat raya adalah kekal, sehingga tidak mungkin
memusnahkannya.
4.
Psikologi
Ø Jiwa
Aristoteles mengatakan psykhe atau jiwa tidak
hanya menyangkut manusia saja. Ia menganggap jiwa sebagai prinsip hidup. Itu
berarti segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa, baik manusia, tumbuhan,
maupun binatang.
Aristoteles
mengemukakan tiga jenis jiwa yang berurutan sifat kesempurnaannya. Pertama,
jiwa tanaman yang tujuannya menghasilkan makanan dan melaksanakan pertumbuhan.
Kedua, jiwa hewan. Disamping melaksanakan pertumbuhan, jiwa hewan mempunyai
perasaan dan keinginan yang mendorong hewan sanggup bergerak. Ketiga, jiwa
manusia, yang selain mempunyai perasaan dan keinginan juga mempunyai akal.
Ø Pengenalan Inderawi
Menurut Aristoteles dalam proses pengenalan inderawi kita
menerima bentuk tanpa materi. Kita mengambil warna sebagai contoh. Aristoteles
mengatakan setiap warna merupakan campuran dua warna yang berlawanan, yaitu
putih dan hitam dalam proporsi tertentu. Kalau kita mengamati bunga merah,
menurut Aristoteles campuran yang sama yang terdapat pada bunga dihasilkan juga
dalam mata kita. Tetapi, mata tidak menjadi bunga. Demikian itu yang dimaksud
Aristoteles.
Ø Pengenalan Rasional
Dalam buku III dari De Anima, Aristoteles
membicarakan nus (rasio atau pemikiran). Rasio dapat menangkap segala
sesuatu yang ada. Oleh karenanya Aristoteles mengatakan bahwa rasio dapat
“menjadi” segala sesuatu.
Aristoteles membedakan dua fungsi dalam rasio manusia:
Pertama, rasio pasif ‘nus pathetikos’. Misalnya,
dengan membandingkan banyak segitiga yang telah kita lihat atau raba, rasio harus
membentuk esensi segitiga.
Kedua, rasio aktif ‘nus poietikos’. Aristoteles
sendiri mengumpamakan rasio aktif dengan cahaya yang memungkinkan kita melihat
warna-warna. Tanpa perantaraan cahaya itu warna-warna tidak dapat dilihat.
5.
Filosofi Alam
Menurut Aristoteles, alam ada untuk
selama-lamanya. Ini kelanjutan dari pendapatnya, bahwa waktu tidak berhingga.
Bagian alam yang paling sempurna yang dijadikan Tuhan sebagai penggerak pertama
ialah langit. Di bawah langit itu terdapat beberapa lingkungan yang berputar
yang ditempati oleh matahari, planet-planet dan bulan. Bumi terletak di
tengah-tengah alam.
Bumi tersusun menrut tujuan
tertentu dengan kedudukan makhluk yang bertingkat-tingkat. Bangsa binatang yang
terendah terjadi dari lumpur dan kotoran. Binatang yang tidak berdarah dan
tidak bertulang tingkatannya lebih rendah dari binatang yang berdarah dan
bertulang. Dalam susunan bertingkat itu yang rendah mengabdi dan memberikan
jasa kepada yang di atasnya. Tanaman memberikan jasa kepada binatang, binatang
kepada manusia, tubuh kepada jiwa dan lain sebagainya.
6.
Etika
Etika Aristoteles pada dasarnya
serupa dengan etika Socrates dan Plato. Tujuannya mencapai eudaemonie (kebahagiaan sebagai orang tertinggi dalam
penghidupan). Tetapi, Aristoteles memahamkannya secara realis dan sederhana. Ia
tidak bertanya tentang budi dan berlakunya, seperti yang dikemukakan oleh
Socrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan tentang idea kebaikan, seperti yang
dikatakan Plato. Akan tetapi, ia menuju pada kebaikan yang dicapai manusia
sesuai dengan jenis, derajat atau pekerjaannya.
Tujuan hidup menurut Aristoteles
tidaklah mencapai kebaikan untuk kebaikan, melainkan merasakan kebahagiaan.
Bagi seorang dokter kesehatanlah yang baik, bagi seorang pejuang kemenanganlah
yang baik dan bagi seorang pengusaha kemakmuranlah yang baik.
Budi pikiran, seperti
kebijaksanaan, kecerdasan dan pendapat lebih diutamakan oleh Aristoteles
daripada budi perangai, seperti keberanian, kesederhanaan dan lainnya.
7.
Politik
Politik, sejatinya sangat berkaitan
dengan hal-hal kenegaraan. Ini berarti bahwa bila kita berbicara politik, tak
bisa lepas dari pembicaraan mengenai negara. Aristoteles sendiri mengemukakan
tiga bentuk tata-negara, yaitu:
1) Monarki
atau basileia.
2) Aristokrasi,
yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang sedikit jumlahnya.
3) Politeia
atau timokrasi, yaitu pemerintahan berdasarkan kekuasaan seluruh rakyat. Dalam
istilah sekarang disebut demokrasi.
Meski demikian, Aristoteles
memandang demokrasi lebih rendah dari aristokrasi. Sebab, dalam demokrasi
keahlian diganti dengan jumlah. Karena rakyat mudah tertipu, maka hak memilih
lebih baik dibatasi hanya pada lingkungan orang-orang pandai saja.
C. Pengaruh Pemikiran Aristoteles
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di
kemudian hari sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil
karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis,
Ibrani, Jerman dan Inggris. Begitu pula filosof-filosof Byzantium juga
mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat.
Selama berabad-abad lamanya tulisan-tulisan
Aristoteles mendominir cara berpikir Barat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya
banyak membawa pengaruh pada filosof Islam. Ibnu Rusyd (Averroes) ---mungkin
filosof Arab yang paling terkemuka--- mencoba merumuskan suatu perpaduan antara
Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling
terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi,
hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya
cendikiawan Nasrani, St. Thomas Aquinas. Di luar daftar
ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang
mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.
Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisa kritis, dan pencarian
terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori
tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada. Pemikiran lainnya adalah tentang gerak
dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang
dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan
sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai
penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang
kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan.
Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak logika. Sekalipun
demikian, bukan berarti bawha sebelum dia tidak ada logika. Logika Aristoteles
adalah suatu sistem berpikir deduktif ‘deductive reasoning’, yang bahkan
sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang
logika formal. Meski demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula
pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif ‘inductive thinking’.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari
Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis,
dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali,
seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika, Logika, Etika,
bahkan Politik.
BAB III
PENUTUP
Aristoteles
merupakan salah seorang murid Plato. Sekalipun ia berguru pada Plato, tapi
tidak sepenuhnya ia mengikuti ajaran-ajaran yang dikemukakan gurunya itu.
Pandangannya lebih realis dari pandangan Plato, yang selalu didasarkan pada
yang abstrak. Ini akibat dari didikannya di waktu kecil, yang senantiasa
dihadapkan dengan bukti dan kenyataan.
Dalam
filsafatnya, Aristoteles bertitik tolak dari apa yang dia amati dalam hidup
manusia dan hidup masyarakat. Dari praksis nyata dan data-data, dia kemudian
menyimpulkan menjadi suatu theoria yang meliputi segala data pengamatan itu.
Karya
Aristoteles yang cukup banyak mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan. Selain
mengajarkan tentang filsafat logika, filsafat pengetahuan, dan filsafat
metafisika, Aristoteles juga mengajarkan filsafat etika, filsafat negara,
filsafat manusia dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa Aristoteles
merupakan tokoh yang luas ilmu pengetahuannya dan merupakan ilmuwan yang pantas
mendapatkan acungan jempol.
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena
itu, kami berharap banyak kepada para pembaca kiranya sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.,
Dr. Sejarah Filsafat Yunani. Jogjakarta: Kansius. 1988.
Hatta,
Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Tintamas. 1986.
Maksum, Ali. Pengantar
Filsafat; Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media. 2008.
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Cet; III. 2007.
Strathern,
Paul. 90 Menit Bersama Aristoteles. Jakarta: Erlangga. 2001.
Tafsir, Ahmad, Dr., Prof. Filsafat Umum;
Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2003.
[1] Mohammad
Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986, Hlm. 115. (Pendapat
lain mengatakan, Nikomados). Lihat: Paul
Strathern, 90 Menit Bersama Aristoteles, Jakarta: Erlangga, 2001, Hlm.
5.
[2] Ali Maksum, Pengantar
Filsafat; Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008, Hlm. 82-84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar